Bangkalan berasal
dari kata “bangka” dan ”la-’an” yang artinya sudah matilah. Istilah ini diambil
dari cerita legenda tewasnya pemberontak sakti Ki Lesap yang tewas di Madura
Barat.
Menurut cerita, setelah kejayaan Arya Wiraraja sebagai
adipati pertama di Madura, maka pada dekade berikutnya perubahan jaman mulai
membentuk karakter orang-orang Madura. Jaman yang penuh pergulatan dan
perjuangan kala itu. Yang paling mengenaskan ialah saat kolonial Belanda
bercokol di Madura. Dan saat itulah banyak timbul pemberontakan-pemberontakan,
yang kerap dikenal dengan pemberontakan Trunojoyo, Ke’ (Pak) Lesap, Sakerah dan
lainnya.
Tampilnya Pangeran Trunojoyo sebagai pahlawan melawan
penjajah merupakan awal kebangkitan Madura sebagai langkah menuju pemberontakan
berikutnya. Trunojoyo putra Pangeran Waluyo yang pada dasarnya berjuang untuk
membasmi ketidak adilan disambut gegap gempita oleh rakyat Madura setelah
meninggalkan Mataram yang kemudian menaklukkan seluruh Madura. Pada perjuangan
berikutnya, Trunojoyo mendapat bantuan dari orang-orang Makasar yang melakukan
perampokan-perampokan dilautan sekitar Jawa Timur setelah Makasar jatuh. Dari
persekutuan Makasar-Madura itulah yang kemudian diperkuat perkawinan Putri
Trunojoyo dengan tokoh dari Makasar, Karaeng Galesong. Menjadikan keterpaduan
wilayah yang berjarak jauh itu. Keterpaduan itu dapat dibuktikan, bahwa banyak
hal persamaan antara keduanya. Baik secara hidup masyarakatnya, watak, maupun
sikap kesehariannya. Bahkan di Madura sendiri (pulau Kangean-Sumenep), bahasa
yang dipergunakan bahasa daerah yang dipengaruhi oleh bahasa Madura, Bugis,
Jawa dan Melayu.
Tokoh lain yang kerap menjadi kebanggan orang Madura,
ialah Ke’ Lesap. Dalam cerita disebutkan, bahwa Ke’ Lesap memilikissebuah golok
dan dapat disuruh mengamuk sendiri tanpa ada yang memegangnya. Karena
kesaktian-kesaktian yang dimiliki, ia makin menjadi kesohor sampai seluruh
pelosook Madura. Pada akhirnya, Ke’ Lesap merasa yakin, bahwa ia sudah cukup
mampu untuk mulai mengobarkan api pemberontakan. Keahlian dan kemasyhurannya,
banyak membawa simpati kepada rakyat, sehingga sehingga pada saat turun dari
pertapaan (Gunung Payudan) dengan sangat mudah dapat menaklukkan desa-desa yang
didatangi.
Setelah menaklukkan wilayah dari Timur, Sumenep,
Pamekasan dan Sampang, maka Ke’ Lesap beserta pasukannya menuju Bangkalan.
Pertempuran dimulai, sebab pasukan Cakraningrat V sebagai penguasa di Bangkalan
mengadakan perlawanan yang cukup hebat. Namun akhirnya kekuatan Bangkalan dapat
dipukul mundur. Bantuan kompeni didatangkan dari Surabaya, dan pertempuran
berlangsung kembali. Meski demikian dengan bantuan tersebut, Ke’ Lesap masih
bertahan dan memukul mundur, dan Cakraningrat V mengungsi ke Malaja. Sedang
benteng dipertahankan oleh kompeni.
Namun pada akhirnya, Ke’ Lesap jatuh di tempat asalnya,
yaitu ketika Cakraningrat V melancarkan tipu muslihat dengan mengirim wanita
ketempat pesanggrahan Ke’ Lesap di dea Tonjung. Wanta Tanda’ (ronggeng) yang
berbusana keraton itu memegang bendera putih dan menyerahkan kepada Ke’ lesap.
Bagi Ke’ Lesap tanda bendera putih itu pertanda Cakraningrat menyerah. Namun
apadaya titik kelemahan Cakraningrat terletak di rambutnya. Konon wanita yang
menyamar sebagai putri keraton (bernama nyi Marpuah) sesuai perintah CakraningratV
berkesempatan memotong rambut Ke’ Lesap. Saat itu pula hilang kekuatannya
termasuk kekuatan senjata goloknya yang bernama Kodhi’ Crangcang.
Pada saat bersamaan Cakraningrat V beserta bala
tentaranya menyerang dan menusukkan tombak pusaka Bangkalanyang bernama Si
Nenggolo Gemetar. Dan bersinar seolah mengeluarkan api. Dan pada akhirnya Ke’
Lesap beserta bala tentaranya banyak yang binasa. Maka berteriaklah rakyat yang
mengikuti rajanya bersama-sama berteriak ”Bangka-la’an” artinya sudah matilah.
Sebagaimana diabadikan dengan nama Bangkalan, salah satu kabupaten di Madura.
Sumber : http://mediamadura.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar